HASIL INDEKS TATA KELOLA POLRI
TAHUN
2015
Indeks Tata Kelola Kepolisian Negara
Republik Indonesia (ITK) adalah instrumen untuk mengukur
kinerja dan capaian program Reformasi Birokrasi Polri berdasarkan prinsip-prinsip
tata kelola Kepolisian yang baik bersifat obyektif dan komprehensif (good governance) guna
mewujudkan clean government. Selama
ini penilaian Reformasi Birokrasi Polri dilakukan secara mandiri dengan Penilaian
Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) namun indikatornya bersifat
umum berlaku untuk seluruh K/L sehingga sulit mengukur capaian Reformasi
Birokrasi Polri secara output dan outcome. Oleh karena itu dilperlukan indicator
spesifik guna mengukur pencapaian tugas Polri. Dalam pelaksanaannya, Polri menggandeng
Kemitraan (Partnership for Governance Reform) yang telah memiliki kredibiltas
dalam pengukuran indeks tata kelola pemerintahan tingkat propinsi dan kabupaten.
Dengan ITK akan terjadi kompetisi antar
Polda dijajaran
Polri yang kompetitif karena dapat memperbandingkan kinerja secara obyektif, fair, dan akurat berdasarkan
bukti (evident based), sebagai tolok ukur kemajuan yang dicapai dan
sebagai alat yang digunakan untuk pengambilan kebijakan, tidak lagi tergantung pada
komitmen pimpinan karena pelaksanaannya berjalan secara system.
ITK menetapkan tujuh prinsip good governance yaitu kompetensi, responsif, perilaku, transparan, keadilan, efektivitas dan akuntabilitas. Hal ini tentu berbeda jika kita
bandingkan dengan beberapa negara yang terlebih dahulu telah menerapkan Indeks
Tatakelola Kepolisian antara lain Kepolisian Inggris menetapkan lima prinsip
tatakelola yaitu Confidence and Satisfaction (Outcome); Local Crime and Policing (Officer
Behaviour); Protection
from Serious Harm (Officer Behaviour);
Value for Money and Productivity (Officer Behaviour); Managing the Organization (Policies
and Practices) sedangkan
Selandia Baru menetapkan dua prinsip sebagai indicator keberhasilan tatakelola
kepolisian yaitu Confident, Safe and Secure Communities; Less Actual Crime and Road Trauma,
Fewer Victims.
Sementara
itu Pemerintah melalui Bappenas menetapkan empat belas indikator tatakelola
pemerintahan yang baik (good governance), yaitu: wawasan
kedepan; keterbukaan dan transparansi; partisipasi masyarakat; tanggung
gugat/akuntabilitas; supermasi hukum; demokrasi; profesionalisme dan
kompetensi; responsivitas; efektivitas dan efisiensi; desentralisasi; kemitraan
dengan dunia usaha swasta dan masyarakat; komitmen pada pengurangan
kesenjangan; komitmen pada perlindungan lingkungan hidup; dan komitmen pada pasar yang adil.
Prinsip
kompetensi meliputi kapasitas dan
kemampuan anggota pada Satker di tingkat Polda untuk dapat menjalankan tugasnya
dengan baik, data ini terdapat pada data obyektif (jumlah personel : DSP dan
Riil), Dikjur, sarpras/peralatan, anggaran s.d.
realisasi dan piranti lunak). Prinsip responsif
merupakan daya tanggap Satker di tingkat Polda dalam menjalankan tugasnya,
terdapat pada data questioner internal dan ekternal. Prinsip perilaku mencakup sikap dan tindakan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran Satker di tingkat Polda dalam
menjalankan tugasnya, terdapat pada data obyektif pelanggaran kode etik,
disipilin, pidana, data persepsi/ questioner ekternal/internal al: integritas.
Prinsip transparan merupakan kondisi
dimana informasi Satker di tingkat Polda dapat diakses oleh publik, terdapat
pada data obyektif uji kepatutan/asesment, rektuitmen (ekternal yang terlibat
dalam proses), uji akses, observasi pelayanan publik. Prinsip fairness (keadilan) merupakan
kondisi dimana implementasi tugas oleh Satker di tingkat Polda berlaku adil
kepada seluruh stakeholder tanpa terkecuali, terdapat pada data obyektif (data
laki-laki, perempuan, penugasan dan sprin). Prinsip efektifitas merupakan ketercapaian target dan tujuan sesuai dengan
perencanaan Satker di tingkat Polda, terdapat pada data membandingkan data-data
obyektif misal anggaran penyelesaian kasus dengan anggota yang ada dll,
sedangkan prinsip akuntabilitas
merupakan pertanggungjawaban kinerja dan proses pelaksanaan tugas oleh Satker
di tingkat Polda terhadap publik, terdapat pada data hasil LAKIP, Sprin dan
hasil pelaksanaan tugas, jumlah sarpras yang terdaftar di SIMAK BMN.
Tujuh
prinsip tersebut mengukur kinerja
Polri terhadap tujuh fungsi yang secara universal diyakini berkontribusi dalam
implementasi ITK dan memberikan pelayanan prima baik internal maupun eksternal
yaitu Sabhara, Reskrim, Lantas, Intelkam, Binmas, Polair dan SDM dengan 142 indikator.
Pengukuran
ITK berdasarkan tiga jenis data yaitu
1) data obyektif, berupa dokumen; 2) data persepsi dari internal dan masyarakat;
dan 3) data observasi terhadap unit layanan publik STNK, BPKB, SIM dan SKCK.
Melalui hierarchy of significance dimana
masing-masing jenis data memiliki kontribusi terhadap penilaian ITK ditetapkan bobot
masing-masing yaitu data obyektif (70%),
data persepsi (15%) dan data observasi (15%). Setiap indikator disertai justifikasi
yang rinci melalui pertimbangan signifikan,
relevansi, ketersediaan data, kekuatan pembeda, serta persamaan.
ITK
terinspirasi dari Indonesia Governance
Index (IGI) yang dilaksanakan oleh Kemitraan sebagai
alat untuk mengukur kinerja pemerintahan tingkat propinsi dan kabupaten,
khususnya terhadap empat arena pemerintahan yaitu arena pemerintah (legislatif
dan eksekutif), birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi berdasarkan
beberapa kriteria data yang obyektif dan terukur.
Hasil
ITK nasional tahun 2015 yang telah dilakukan pada 31 Polda menunjukkan nilai
tertinggi 6,767 dengan rata-rata nasional 5,694 kategori cenderung baik dari skala 1-10. Dengan parameter ini belum ada Polda yang mencapai nilai baik
artinya secara nasional capaian Reformasi Birokrasi Polri belum optimal. Untuk
mencapai kategori sangat baik diperlukan nilai antara 8,71-10 kategori baik
antara 7,43-8,70 kategori cenderung baik antara 6,14-7,42 kategori sedang antara
4,86-6,13 kategori cenderung buruk antara 3,57-4,86 kategori buruk antara
2,29-3,56 dan kategori sangat buruk antara 1-2,28.
Kendati
demikian hasil penilaian ini telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan
dalam penilaian PMPRB dari Kemenpan-RB, dimana Polri memperoleh nilai 67,23 (kategori B)
naik dari 60,60 pada tahun 2014.
Hasil
yang diharapkan dari proses pengukuran kinerja adalah profil kinerja tata
kelola dan kinerja Polri yang menggaambarkan profil kinerja tata kelola dan
kinerja Polri di 32 Polda, peringkat tata kelola dan kinerja di 32 Polda dan
identifikasi kekuatan dan kelemahan tata kelola kinerja Polri dan rekomendasi
di 32 Polda secara utuh sehingga dapat mengoptimalkan performance sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki dalam
rangka mewujudkan aparatur Polri yang bersih dan bebas dari KKN, meningkatnya
pelayanan prima kepolisian dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja
Polri sebagaimana sasaran Reformasi Birokrasi Polri dan tentunya peningkatan tunjangan kinerja.
Pada
tahun 2016 pengukuran kinerja akan dilaksanakan pada tingkat Polres, secara
bertahap ditentukan pada 64 Polres di 32 Polda yang berkedudukan di tingkat
Propinsi atau Polda dan jarak maksimal 2 jam dari Polda. Kita nantikan
hasilnya....tentunya harus lebih baik. Amin
SALAM REFORMASI BIROKRASI POLRI ..........
meilinamabespolri.blogspot.com