Sabtu, 13 Februari 2016

HASIL INDEKS TATA KELOLA POLRI
TAHUN 2015

Indeks Tata Kelola Kepolisian Negara Republik Indonesia (ITK) adalah instrumen untuk mengukur kinerja dan capaian program Reformasi Birokrasi Polri berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola Kepolisian yang baik bersifat obyektif dan komprehensif (good governance) guna mewujudkan clean government. Selama ini penilaian Reformasi Birokrasi Polri dilakukan secara mandiri dengan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) namun indikatornya bersifat umum berlaku untuk seluruh K/L sehingga sulit mengukur capaian Reformasi Birokrasi Polri secara output dan outcome. Oleh karena itu dilperlukan indicator spesifik guna mengukur pencapaian tugas Polri. Dalam pelaksanaannya, Polri menggandeng Kemitraan (Partnership for Governance Reform) yang telah memiliki kredibiltas dalam pengukuran indeks tata kelola pemerintahan tingkat propinsi dan kabupaten. Dengan ITK akan terjadi kompetisi antar Polda dijajaran Polri yang kompetitif karena dapat memperbandingkan kinerja secara obyektif, fair, dan akurat berdasarkan bukti (evident based), sebagai tolok ukur kemajuan yang dicapai dan sebagai alat yang digunakan untuk pengambilan kebijakan, tidak lagi tergantung pada komitmen pimpinan karena pelaksanaannya berjalan secara system.
ITK menetapkan tujuh prinsip good governance yaitu kompetensi, responsif, perilaku, transparan, keadilan, efektivitas dan  akuntabilitas. Hal ini tentu berbeda jika kita bandingkan dengan beberapa negara yang terlebih dahulu telah menerapkan Indeks Tatakelola Kepolisian antara lain Kepolisian Inggris menetapkan lima prinsip tatakelola yaitu Confidence and Satisfaction (Outcome); Local Crime and Policing (Officer Behaviour); Protection from Serious Harm (Officer Behaviour); Value for Money and Productivity (Officer Behaviour); Managing the Organization (Policies and Practices) sedangkan Selandia Baru menetapkan dua prinsip sebagai indicator keberhasilan tatakelola kepolisian yaitu Confident, Safe and Secure Communities; Less Actual Crime and Road Trauma, Fewer Victims.
Sementara itu Pemerintah melalui Bappenas menetapkan empat belas indikator tatakelola pemerintahan yang baik (good governance), yaitu: wawasan kedepan; keterbukaan dan transparansi; partisipasi masyarakat; tanggung gugat/akuntabilitas; supermasi hukum; demokrasi; profesionalisme dan kompetensi; responsivitas; efektivitas dan efisiensi; desentralisasi; kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat; komitmen pada pengurangan kesenjangan; komitmen pada perlindungan lingkungan hidup; dan  komitmen pada pasar yang adil.
Prinsip kompetensi meliputi kapasitas dan kemampuan anggota pada Satker di tingkat Polda untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik, data ini terdapat pada data obyektif (jumlah personel : DSP dan Riil), Dikjur, sarpras/peralatan, anggaran s.d. realisasi dan piranti lunak). Prinsip responsif merupakan daya tanggap Satker di tingkat Polda dalam menjalankan tugasnya, terdapat pada data questioner internal dan ekternal. Prinsip perilaku mencakup sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran Satker di tingkat Polda dalam menjalankan tugasnya, terdapat pada data obyektif pelanggaran kode etik, disipilin, pidana, data persepsi/ questioner ekternal/internal al: integritas. Prinsip transparan merupakan kondisi dimana informasi Satker di tingkat Polda dapat diakses oleh publik, terdapat pada data obyektif uji kepatutan/asesment, rektuitmen (ekternal yang terlibat dalam proses), uji akses, observasi pelayanan publik. Prinsip fairness (keadilan) merupakan kondisi dimana implementasi tugas oleh Satker di tingkat Polda berlaku adil kepada seluruh stakeholder tanpa terkecuali, terdapat pada data obyektif (data laki-laki, perempuan, penugasan dan sprin). Prinsip efektifitas merupakan ketercapaian target dan tujuan sesuai dengan perencanaan Satker di tingkat Polda, terdapat pada data membandingkan data-data obyektif misal anggaran penyelesaian kasus dengan anggota yang ada dll, sedangkan prinsip akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban kinerja dan proses pelaksanaan tugas oleh Satker di tingkat Polda terhadap publik, terdapat pada data hasil LAKIP, Sprin dan hasil pelaksanaan tugas, jumlah sarpras yang terdaftar di SIMAK BMN.
Tujuh prinsip tersebut mengukur kinerja Polri terhadap tujuh fungsi yang secara universal diyakini berkontribusi dalam implementasi ITK dan memberikan pelayanan prima baik internal maupun eksternal yaitu Sabhara, Reskrim, Lantas, Intelkam, Binmas, Polair dan SDM dengan 142 indikator.
Pengukuran ITK berdasarkan tiga jenis data yaitu 1) data obyektif, berupa dokumen; 2) data persepsi dari internal dan masyarakat; dan 3) data observasi terhadap unit layanan publik STNK, BPKB, SIM dan SKCK. Melalui  hierarchy of significance  dimana masing-masing jenis data memiliki kontribusi terhadap penilaian ITK ditetapkan bobot masing-masing yaitu data obyektif (70%), data persepsi (15%) dan data observasi (15%). Setiap indikator disertai justifikasi yang rinci melalui pertimbangan signifikan, relevansi, ketersediaan data, kekuatan pembeda, serta persamaan.
ITK terinspirasi dari Indonesia Governance Index (IGI)  yang dilaksanakan oleh Kemitraan sebagai alat untuk mengukur kinerja pemerintahan tingkat propinsi dan kabupaten, khususnya terhadap empat arena pemerintahan yaitu arena pemerintah (legislatif dan eksekutif), birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi berdasarkan beberapa kriteria data yang obyektif dan terukur.
Hasil ITK nasional tahun 2015 yang telah dilakukan pada 31 Polda menunjukkan nilai tertinggi 6,767 dengan rata-rata nasional 5,694 kategori cenderung baik dari skala 1-10. Dengan parameter ini belum ada Polda yang mencapai nilai baik artinya secara nasional capaian Reformasi Birokrasi Polri belum optimal. Untuk mencapai kategori sangat baik diperlukan nilai antara 8,71-10 kategori baik antara 7,43-8,70 kategori cenderung baik antara 6,14-7,42 kategori sedang antara 4,86-6,13 kategori cenderung buruk antara 3,57-4,86 kategori buruk antara 2,29-3,56 dan kategori sangat buruk antara 1-2,28.
Kendati demikian hasil penilaian ini telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penilaian PMPRB dari Kemenpan-RB, dimana Polri memperoleh nilai 67,23 (kategori B) naik dari 60,60 pada tahun 2014.
Hasil yang diharapkan dari proses pengukuran kinerja adalah profil kinerja tata kelola dan kinerja Polri yang menggaambarkan profil kinerja tata kelola dan kinerja Polri di 32 Polda, peringkat tata kelola dan kinerja di 32 Polda dan identifikasi kekuatan dan kelemahan tata kelola kinerja Polri dan rekomendasi di 32 Polda secara utuh sehingga dapat mengoptimalkan performance sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki dalam rangka mewujudkan aparatur Polri yang bersih dan bebas dari KKN, meningkatnya pelayanan prima kepolisian dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja Polri sebagaimana sasaran Reformasi Birokrasi Polri dan tentunya peningkatan tunjangan kinerja.
Pada tahun 2016 pengukuran kinerja akan dilaksanakan pada tingkat Polres, secara bertahap ditentukan pada 64 Polres di 32 Polda yang berkedudukan di tingkat Propinsi atau Polda dan jarak maksimal 2 jam dari Polda. Kita nantikan hasilnya....tentunya harus lebih baik. Amin

SALAM REFORMASI BIROKRASI POLRI ..........
meilinamabespolri.blogspot.com