PROFIL
POLRI
MEWUJUDKAN
PELAYANAN KAMTIBMAS PRIMA
Dalam mewujudkan Pelayanan Prima yang memenuhi kriteria
standar pelayanan
kamtibmas prima menuju postur Polri yang profesional diakhir tahun 2025, maka prioritas
pertama
adalah peningkatan kualitas Brigadir yang ditingkatkan
pendidikan S1 melalui Universitas
Terbuka. Sebanyak 10.000
Brigadir ditargetkan diakhir tahun 2014 memiliki kompetensi sosiologi sebagai
pelayan Polmas. Prioritas kedua adalah peningkatan kualitas leadership di
tingkat supervisor (pangkat Inspektur Polisi) yang direncanakan sebanyak 13.000
akan dilatih dan ditingkatkan kualitasnya untuk memimpin sebaran pelayanan. Prioritas ketiga menuju
postur Polri yang modern diakhir tahun 2025 diperlukan peningkatan kualitas
alat utama Kepolisian untuk mendukung pencapaian kualitas pelayanan prima. Alat
utama dirancang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan geografis yang
dihadapi. Untuk Polsek kepulauan, pulau terluar berpenduduk dan di garis pantai
dilengkapi dengan kapal kelas kecil atau perahu. Begitu pula pada titik-tik
pelayanan yang disebar dialiran sungai dan danau dilengkapi dengan alat yang
disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan perairan. Dalam rangka perlindungan masyarakat dari tindakan
kekerasan dan pelanggaran hukum diperlukan
Indikator Pelayanan Kamtibmas
Prima
Indikator dalam mewujudkan Pelayanan Kamtibmas
Prima sebagai berikut : “Polri Yang Melayani”, adalah memberikan pelayanan kepolisian yang lebih cepat,
lebih mudah, lebih baik dan lebih nyaman bagi masyarakat dengan memenuhi
standar mutu pelayanan dan tingkat
kepuasan masyarakat.
Secara eksternal menjadikan Polri
sebagai Public Service
Organization (PSQ), dan secara internal
menerapkan budaya atasan melayani bawahan (Servant Leadership); “Polri
Yang Proaktif”, adalah
mengetahui secara dini kondisi yang apabila tidak segera mendapat respon
berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, serta menjalin
kerjasama yang sinergis dengan pemangku kepentingan untuk dapat mengatasi
dengan solusi yang tepat. Secara eksternal diharapkan
dapat meningkatkan kepekaan, responsif, inisiatif dan tegas mengatasi pelanggar
hukum; dan secara internal
bertindak proaktif mencegah pelanggaran dan penyimpangan serta mengambil tindakan tegas terhadap personel Polri
yang melanggar hukum; “Polri Yang Transparan”, adalah memberikan informasi yang diperlukan masyarakat
secara proporsional. Secara eksternal dengan membuka akses informasi kepada pemangku kepentingan, dan secara internal bersikap terbuka, bersedia menerima
komplain dan dapat memberikan
respon yang baik; “Polri
Yang Akuntabel”, adalah pertanggung-jawaban pelaksanaan tugas pokok Polri dengan selalu mengikuti
kaidah hukum dan prosedur baku, serta bertindak sesuai norma dan etika. Secara
eksternal melakukan penanganan perkara secara tegas
dan tuntas, tidak diskriminatif, memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum,
dan secara internal
menekankan agar personel Polri
dalam mengemban tugas selalu dengan penuh rasa tanggung jawab.
Langkah-Langkah Perubahan Mewujudkan Pelayanan Kamtibmas
Prima
1. Sebaran
Pelayanan; dalam rangka meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan, maka semua anggota Polisi harus dihadirkan
sedekat – dekatnya dengan masyarakat agar masyarakat mudah menemui Polisi saat
diperlukan terutama dalam hal kebutuhan rasa aman. Dalam waktu yang paling
singkat, secepatnya Polisi bergerak dan memberikan pertolongan, oleh karenanya diperlukan
kehadiran Polisi yang disebar sedekat-dekatnya
dengan masyarakat dengan konsep sebaran pelayanan ke titik terdepan dengan masyarakat.
Sebagai konsekuensinya maka konsep Police Ratio perbandingan Polisi dengan
masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pelayanan tetapi yang
diperlukan adalah sebaran pelayanan; 2. Organisasi
Pelayanan, sejalan dengan prinsip sebaran
pelayanan maka organisasi
Polri akan diperkuat di tingkat Polsek yang memposisikan Polsek sebagai unit
pelayanan terdepan. Penguatan tingkat Polsek ditandai dengan penempatan seluruh
fungsi Kepolisian di struktur Polsek (Samapta, Intel, Reserse, Lalulintas, Bimmas, meliputi a. Sosial base, sebagai implementasi strategi
pelayanan kamtibmas, organisasi Polsek disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat
dan bukan semata-mata
berdasarkan administrasi pemerintahan yaitu kecamatan. Meskipun, Polsek adalah
wilayah hukum Polri setingkat kecamatan namun besar kecilnya tipologi Polsek bukan didasarkan pada
administrasi pemerintahan kecamatan, tetapi berdasarkan kompleksitas kehidupan
masyarakat yang dilayani. Maka disusun tipologi Polsek berdasarkan sosial base atau yang berbasis
pelayanan masyarakat. Dengan landasan pemikiran ini maka tipologi menjadi
Polsek Rural, Polsek Urban dan
Polsek Metropolis. Diluar tipologi tersebut masih dimungkinkan adanya tipologi
lain misalnya bagi masyarakat yang masih sederhana terutama diluar Jawa dapat digunakan tipe
Polsek Pra Rural. Tipologi ini bukan
nama sebutan Polsek tetapi untuk digunakan sebagai instrument bagi penentuan
besar kecilnya jumlah personil dan perlengkapan; b. Service Area, untuk mengimplementasikan pendekatan social base diwujudkan dalam
pendekatan service area, atau pertimbangan sedekat-dekatnya jarak geografis,
artinya berapa jarak kilometer antara tempat tinggal seseorang dengan titik
pelayanan kamtibmas yang menjadi faktor penentu kualitas pelayanan. Oleh karena
itu maksimal jarak yang dijadikan batas service area, adalah 15 km yang merupakan jarak
terjauh yang mampu dicapai dengan jalan kaki dan tanpa biaya (zero cost).
Apabila kantor Polsek jaraknya lebih dari 15 km dari desa tempat tinggal masyarakat maka
dapat dibentuk Sub Sektor. Apabila dengan Sub Sektor masih juga belum dapat
menjangkau Service area dipersiapkan perlengkapan untuk “Pelayanan Bergerak”
berupa Balai Pelayanan Kamtibmas Keliling (BPKK); 3. Postur Pelayanan Polri, konfigurasi
postur pelayanan Polri disusun
berupa pelapisan gelar operasional yaitu kekuatan pusat 10% operasioanl, Polda 25% operasional, Polres 50% operasional dan Polsek 90% operasional. Artinya konsep
sebaran pelayanan telah berubah menjadi bottom up dimana seluruh masalah
keamanan semaksimal mungkin dapat diselesaikan ditingkat Polsek karena sejak
dini signal – signal lemah yang ditemukan dapat diselesaikan secara proaktif
dengan demikian lapis kekuatan yang semula bersifat vertikal sebagaimana konsep postur
kekuatan Polri yang selama ini digunakan yaitu sebuah susunan organisasi yang
bersifat piramida dan Top To Down maka pada strategi ini dirubah menjadi susuna
mendatar dalam arti penggelaran kekuatan yang diposisikan antara lapis depan
dan lapis belakang.
meilinamabespolri.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar